Kamis, 01 November 2018

Antara HATI Ku dan HTI Mu




Sebelum mengawali coretan retak ini, penulis ingin mengatakan bahwa munculnya coreta retak ini merupakan telur dari kegelisahan akan seruan penegakan khilafah oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah menggelayung sekian lama dalam jiwa ini. Akhir-akhir ini memang seruan untuk menegakkan khilafah di ndonesia kian marak. Begitu masifnya kampanye khilafah telah menghiasi media sosial dari waktu-ke waktu seolah tanpa jeda. Tidak hanya itu, dalam kampanye penegakan khilafah telah mengharamkan bentuk pemerintahan demokrasi, seperti yang telah diterapkan di Indonesia dan khilafah lah satu-satunya solusi.Awalnnya saya cukup cuek dengan khilafah, apa itu khilafah, bagaimana sistem khilafah sebenarnya dan sebagainya, namun setelah sering melihat kampanye yang berseliweran di media sosial khususnya dan melihat kenyataan pembangunan negeri ini, lama-lama HATI Ku perlahan-lahan mempelajari HTI Mu yang telah berjuang keras untuk menegakkan khilafah sebagai jawaban dari persoalan bangsa.

Dakwah-dakwah yang disampaikan oleh kader-kader muda HTI cukup mengesankan, selain disampaikan oleh ukhti-ukhti yang berpenampilan dengan balutan pakaian dan jilbab yang menjalar sampai di bawah lutut (terlihat anggun bagi persepsi sebagian orang hee....), dia juga menyampaikan pesan-pesan islami, misal jangan pacaran, sholatlah lima waktu, muslim smart dan sebagainya, tegakkan syariat islam, walupun terkadang memang ada pesan-pesan yang disampaikan tidak secara eksplisit telah menghujat dan menyinggung perasaan orang atau kelompok lain. Namun, yang lebih menarik menurut saya akhir-akhir ini, para kader muda HTI telah mengibarkan bendera putih/hitam dengan bertuliskan Laa Ilaha Illallah. Hal ini menarik dan mengundang tanya dalam hati karena pada tahun sebelum-sebelumnya jarang terlihat bendera tersebut berkibar di media sosial dan di tempat-tempat umum oleh orang perorang, (subhanalloh, hebatnya orang-orang HTI, ke mana-mana mengibarkan panji Rosululloh, batin ku waktu itu).

Jujur saya adalah orang yang terlahir dari darah NU Tuleen (NU Beneran dan Militan) Bapak Ibu saya rajin yasinan, tahlilan, ziarah kubur, maulid Nabi dan sebagainya, saya pun sejak kecil sering diajak untuk “ritual-ritual” tersebut. Namun akhir-akhir ini, HATI-KU sedikit terhipnotis oleh HTI Mu yang tampil dengan “bungkusan sempurna” dalam dakwahnya (namun ini masih kesimpulan sementara), akhirnya saya pun berselancar di dunia maya dan diskusi dengan teman-teman untuk mencari referensi tentang HTI dan tawaran konsep pembangunan negara. Dengan cepat pun saya menemukan karena buku tersebut berada di rank atas dalam pencarian google, saya pun berkesimpulan, wah ini yang sering dibaca orang pikirku.

Seperti biasa, ditemani secangkir kopi dan rokok class mild langgananku, saya membaca 2 buah buku terbitan HTI, yang pertama dengan judul Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi), buku tersebut merupakan revisi buku yang bertentangan dengan HT, terbitan tahun 2008. Buku yang kedua dengan judul Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia; Indonesia, Khilafah dan Penyatuan Kembali Dunia Islam, tahun 2009.

Dalam buku tersebut, menurut saya pribadi cukup menarik karena dalam pendahuluannya digambarkan keterpurukan sebuah negara, khususnya Indonesia akibat sistem demokrasi, dan khilafah lah satu-satunya jawaban dari keterpurukan tersebut. Namun, HATI-KU merasa ada yang aneh ketika membaca lembar-demi lembar isi dari buku tersebut, mungkin saya yang gagal paham atau memang otak saya yang tidak sampai untuk memahami. Misal dalam konsep khilafah yang ditawarkan, kaum muslim di seluruh dunia wajib berada dalam satu negara. Dari sini saya bingung bagaimana penerapannya dalam kondisi masyarakat yang berbeda-beda negara dan berbeda pula agamanya, serta begitu bnyaknya negara-negara, mungkinkah itu terwujud?. Selain itu seandainya di sebuah negara yang diberlakukan pemerintahan khilafah dan ternyata banyak juga masyarakat non muslim, bagaimanakah untuk mengakomodir itu semua?, ya memang pada zaman Nabi dan Khulafaurrosyidin itu terwujud dengan baik karena Nabi dan sahabat merupakan orang pilihan, lantas saat ini masih adakah orang yang sekaliber Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali? Sementara pada sisi lain ketika berselancar di dunia maya saya tidak menemukan konsep-konsep khilafah yang ditawarkan HTI secara praktis dan menyeluruh (mohon maaf ini subjektf keterbatasan saya dalam mencari pengetahuan).

Beralih ke persoalan lain yang akhir-akhir ini marak muncul di media sosial tentang panji Rosululloh, bendera warna hitam dan putih dengan bertuliskan La Illahailallah. Dalam buku tersebut yang saya pahami, bendera putih/al-Liwa untuk brigade pasukan, menjadi pertanda posisi amir/komandan dan turut beredar sesuai peredaran amir/komandan pasukan, sementara itu bendera warna hitam/ar-Rayah dikibarkan dalam kondisi peperangan, namun baik al-Liwa maupun ar-Rayah bisa sama-sama dikibarkan ketika dalam kondisi peperangan yang berkelanjutan. Lantas sebenarnya apa maksud dari dikibarkannya bendera tersebut dengan atas nama panji Rosululloh sebagai latar belakang selfie di tempat-tempat umum negeri ini dengan menggemakan khilafah, kemudian diviralkan di medsos?

Sebenarnya kalau menengok tujuan Hizbut Tahrir (HT), itu baik, yakni “membebaskan umat manusia dari dominasi paham, pemikiran sistem hukum dan negara kufur menuju paham, pemikiran, sistem hukum dan negara islam dengan menerapkan syariah islam secara kaffah dan mengembangkan dakwah ke seluruh dunia”, namun apa yang saya lihat, nampaknya langkah-langkah yang di ambil HT, khususnya HTI jauh panggang dari api, hingga akhirnya dipertanyakan. Mengapa?

Pertama, begitu menggemanya tawaran khilfahah yang dijanjikan dengan mengandalkan contoh sejarah yang telah ditorehkan zaman dulu oleh Nabi beserta sahabatnya, tanpa melihat kondisi saat ini dengan tidak adanya tokoh yang sekaliber Beliau. Dan dari pihak HT, maupun HTI sama sekali tidak memunculkan tokoh yang mampu menjadi magnet bagi semua kalangan untuk dijadikan perekat dan menjawab persoalan zaman.

Kedua, apa yang digembar-gemborkan HTI tentang khilafah melalui berbagai media sampai saat ini lebih kepada gema belaka, tidak dibarengi dengan langkah-langkah praktis tawaran konsep yang benar-benar mampu mengatasi persoalan negeri ini hingga diterima atau mampu mengambil simpati masyarakat, semua yang ditawarkan HTI masih cukup bias.

Ketiga, HTI begitu semangatnya ingin mendirikan khilafah, dan membebaskan dari demokrasi yang dianggapnya sistem pemerintahan kuffur, namun dia tidak melakukan terobosan-terobosan/memunculkan produk-produk pembangunan, misal organisasi islam terbesar di Indonesia NU dan Muhammadiyah mengabdikan dirinya dengan mendirikan beribu-ribu pesantren, lembaga pendidikan, rumah sakit, masjid dan sebagainya. Lantas apa yang telah dilakukan HTI hari ini?

Keempat, kalau HTI meyakini bahwa khilafah merupakan jawaban dari persoalan bangsa Indonesia, mengapa ia tidak membuat pilot projeck atau percontohan sebuah daerah yang dibangun dengan sistem khilafah?, tentu hal ini jika dilakukan dan berhasil, maka ini mungkin bisa menjadi referensi dan menarik simpati banyak orang untuk menerapkannya tanpa mengkampanyekan khilafah yang bias seperti saat ini.

Kelima, jika HTI menganggap sistem demokrasi itu kuffur dan ternyata di Indonesia juga berlaku sistem demokrasi, mengapa orang-orang HTI masih hidup dan mencari makan di Indonesia?, bukankah ini secara tidak langsung mengakui demokrasi?

Mohon maaf kawan, tadinya HATI-KU sedikit kepencut (tertarik) dengan tawaran HTI-Mu akan jawaban dari persoalan Indonesia, namun setelah sedikit mempelajari tentang tawaran HTI akan khilafah, penulis mendapati kesimpulan (yang tentu ini subjektif saya pribadi) nampaknya HATI-KU belum bisa bersatu dengan HTI-MU dan tetap berada dalam tali jagat NU yang begitu kuat komitmennya dalam membangun bangsa dan menjaga kesatuan NKRI dengan mengedepankan islam yang moderat dan rahmatan lil alamin.

Sumber:http://clampic.blogspot.com
Load disqus comments

0 komentar