Breaking News
Fetching data...

Sabtu, 05 September 2020

Ibadah Transaksional Menggadaikan Keshalehan

 FEATURE


pmiikutim.or.id,
-Disuatu sore pada Sabtu, 05 September 2020 sekelompok aktivis PMII Kutai Timur saling mengutarakan pandangannya.
  Awal berkumpulnya mereka ditujukan untuk membahas sebuah buku atau ngaji buku, berjudul “ Islam Bukan Agama Candu” karya Eko P Darmawan.  Lebih jauh diskusi mereka mempersoalkan  Islam yang semakin sering ditampilkan dengan wajah yang puritan, kaku, dan formal .

Pembahasan diawali oleh Andre, Ketua I Bidang Kaderisasi PMII Kutim dengan mengangkat fenomena penilaian sebagian muslim tentang keshalehan. Dalam pengamatannya, banyak orang menanggap tingkat keshalehan umat muslim hanya dinilai dari cara berpakaian, cara berjilbab, menggunakan peci, dan atribut Islam lainnya. Menurutnya ukuran dari keshalehan seseorang tidaklah dinilai dari atribut, melainkan dari sifat, cara bersikap, memperlakukan sesama, serta niat dari individu masing–masing.

Lebih jauh Mungawanah menekankan bahwa ukuran keshalehan adalah keikhlasan. Ia menuturkan “jika ukuran keshalehan manusia itu dinilai dari kesuksesan dan kegagalan dalam mencapai suatu hal, maka iblislah yang paling sukses dalam hal ini, karena ia mampu menaklukan adam dan hawa serta menjerat para pengikutnya hingga akhir zamanPoin yang diambil adalah bahwa beribadah kepada Allah haruslah ikhlas, tidak mengharapkan imbalan apapun.” Ia menegaskan bahwa tidak ada ukuran karena kaya lalu banyak bersedekah itu jauh lebih baik dari pada sedekahnya orang yang miskin. Seharusnya beribadah juga bukan karena ingin mendapatkan surga atau takut karena neraka, tapi fokus kepada Sang Mahapencipta.

 “Keshalehan seseorang bukanlah untuk dipamer-pamerkan, Cukup untuk terus dievaluasi, apakah benar kita beribadah karena Allah semata atau karena rewardnya.”, tegas Sang Ketua I Bidang Kaderisasi Kopri.

Dari serial pengatar buku yang dibahas, mereka tersadarkan akan fenomena beragama yang ganjil. Misalnya soal muslim yang naik haji dengan cara–cara zalim. Ya, ada sebagian orang yang rela mati-matian menunaikan ibadah haji dengan menghalalkan berbagai cara, semisal menebang pohon sembarangan atau secara liar  yang kemudian hasil dari transaksi tersebut sebagai ongkos berangkat ke Mekkah.  

Pada dasarnya semua menyadari bahwa menunaikan rukun Islam yang kelima ini, adalah suatu kesempatan mulia. Namun bagaimana jika ibadah ini hanya dijadikan wujud eksistensi?  Hanya ingin terlihat mampu  dihadapan tetangga dan mengabaikan cara-cara beradab dalam mencapainya. Cara-cara yang tidak dibenarkan agama.

Sealin itu banyak dari muslim itu yang lupa atau enggan bertanya, apakah Ia sudah menjalankan  urutan rukun Islam dengan baik? Apakah hubungannya dengan tetangga harmonis? Bagaimana perlakuannya atas anak–anak yatim dan kaum miskin yang kelaparan di sekitarnya? Berbagai pertanyaan diatas menjadi cambuk untuk sekelompok aktivis PMII tersebut.

Diskusi semakin dinamis ketika Alfina dan Ratna, menyoroti maraknya kemaksiatan ditengah tren masyarakat yang semakin agamis. Ia melihat bahwa meski semakin banyak tempat  ibadah namun semakin banyak juga kemaksiatan. Masjid seakan kehilangan magis spiritualnya dan cenderung tampil sebagai bangungan matrealistik yang pamer kemewahan.

Fenomena ini juga pernah disorot oleh budayawan masa kini, Emha Ainun Nadjib, yang mengatakan “dizaman ini ada seribu masjid dan hanya satu jumlahnya”.  Ia mencoba memberikan peringatan bahwa era peradaban yang katanya semakin maju malah justru menepis aktivitas beribadah dan menurunnya kualitas ke Islaman. 

Diakhir diskusi, Andi Arba Octavia, Tuan Rumah lokasi diskusi, melihat bahwa kualitas ke Islaman yang menurun bisa saja diakibatkan oleh praktek ibadah yang transaksional. “Banyak orang yang belajar agama bukan karena nilai Islam yang perlu didakwahkan dan dipahami secara benar, tetapi agama dijadikan jalan menuju nafsu. Seperti jika membaca Al-quran karena ingin mudah mendapatkan rezeki, mendapatkan jodoh, dan berbagai hajat lainnya. Tujuan seperti itu mungkin tidak sepenuhnya salah, namun perlu bermuhasabah, jangan sampai tujuan itu menggadaikan keikhlasan beribadah pada Allah”.

 Penulis: Mungawanah.

Read more

Senin, 24 Agustus 2020

Tentangmu

 

 

Mengenalmu adalah hal terindah bagiku

Menatapmu adalah semangat baruku

Membayangkanmu adalah canduku

 

Ceritaku masih tentang kamu

Yang kadang sirna dimakan waktu

Namun kau kembali dengan senyuman manismu

Terimakasih kau telah hadir untukku

 

Kudoakan Engkau selalu sehat

Hari ini, lusa, dan selamanya

Agar  engkau bahagia kelak

Atas juangmu yang sempurna

 

Bagiku kau kekasih namun juga luka

Kau juga sahabat yang setia bersama

Kau bagai angin yang menyapu jutaan lara

Kau bagai majas, terlalu rumit, namun penuh makna

 

Jika suatu hari nanti namaku tak terdengar lagi

Dan kita tak saling sapa kembali

Serta kata rindu yang tak menghampiri

Percayalah doaku akan setia memeluk jiwamu hingga malam menyendiri

 

Sangatta, 25 Agustus 2020

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Read more

Dan kini Pagi

 

 

Dan kini pagi

Saat sang fajar menghampiri

Yang membangunkanku dari mimpi

Mimpi tentangmu malam tadi

 

Jujur aku rindu

Saat kau berkali-kali tersenyum padaku

Walau sebentar tapi begitu menyatu

Rasa cinta, rindu, dan kamu

 

Dan kini pagi

Saatnya beraktivitas  kembali

Pesanku hati – hati

Jangan lupa doa kau lewati

Agar kau selamat sampai tujuanmu nanti

 

Selasa, 25 Agustus 2020

Read more

Jumat, 21 Agustus 2020

Peringati 1 Muharram, PMII Kritisi Prilaku Beragama Manusia




pmiikutim.or.id,- Mayambut tahun baru Islam 1440 H, PMII tidak mau kehilangan momentum. Pergantian tahun Hijriyah tersebut disambut dengan kegiatan Kajian Muharram yang dilaksanakan oleh Rayon Pendidikan Agama Islam (PAI). Tujuannya, selain sekedar silaturahim juga untuk saling sharing, dan berbagi pengetahuan mengenai implementasi dan tantangan muslim di era milenial.
Mengangkat tema “Kritik Prilaku Beragama Manusia Akhir Zaman”, kajian kali ini berjalan menarik dibawah arahan pemantik  Imam Hanafi, MA selaku Akademisi dan  Ali Basuki,S. Pd.I  Ketua PELITA Kutai Timur.


Dalam kegiatan yang dihadiri limah puluan anggota PMII tersebut, kritik prilaku beragama cenderung kepada prilaku kegamangan bermedia social, yang notabene berkaitan dengan agama. Prliku beragama di media social cenderung tergerus dari hakikat beragama itu sendiri. Setidaknya indicator penilaiannya terlihat lewat penuhnya konten-konten bernuansa kebencian, provokasi bahkan fitnah diberanda-beranda media, demikian paparan Ali Basuki.

Selaras, Imam Hanafie menjelaskan bahwa kecenderungan beragama  masyrakat muslim, khususnya generasi Y/milenial, mengarah kepada model yang lebih konserpativ dan radikal. Hal ini terlihat tidak kurang 80 persen anak muda, cenderung menyukai buku-buku berbau jihad, khilafah, salafi, tarbawi  dan Islam Populer.  Buku-buku semacam ini biasanya ditulis oleh tokoh kalangan konservatif  seperti Felix Siauw, Salim Fillah, Hanun Salsabila Rais, dll.

Dalam kesempatan itu,Riki, selaku peserta kajian sempat meminta saran bagaimana cara PMII dalam menangani berita hoax yang ada di media. Kemudian hal ini dijelaskan bahwa generasi PMII harus terjun dalam media social untuk melawan arus negative yang ada.

" Kita harus mampu menguasai media dengan baik, terutama media sosial, seperti Facebook. Misalnya, dalam Facebook kita bisa berteman dengan orang atau lembaga yang sesuai dengan basic kita, misalnya dalam kehidupan kita, kita berorganisasi dengan PMII, kita bisa mencari referensi seperti media aswaja, NU dan lain sebagainnya, dalam media sosial juga kita bisa mencari nama nama yang bisa dijadikan media belajar di akun lembaga yang kita cari, kita jangan tergiring dengan opini yang menebar kebencian" ujar Ali Basuki.

Kegiatan yang dilaksanakan pada selasa malam 11 September/2 Muharram tersebut berjalan penuh khidmat di Lapangan SDN 011 Sangatta Utara, itu berjalan lancar dan sesuai dengan apa yang direncanakan. harapan kedepannya semua anggota PMII mampu mengadakan diskusi yang lebih besar dan bermakna dan mampu mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. (Mgwh)


Read more

Belajar Pendidikan yang memanusiakan di Rayon PAI

 


pmiikutim.or.id-,Menurut Paulo Freire Pendidikan haruslah yang membebaskan. Inilah topik  yang diangkat oleh sahabat Dayu Irwan dalam kajian Publik Speaking Rayon PAI. Kegiatan tersebut dilaksanakan disekretariat KOPRI di Jln. Hidayatullah Gg. Hikmah A. Pada sore hari senin,26 Desember 2018. Kegiatan rutinan ini berjalan lancar dan sukses , dihadiri oleh anggota lintas rayon, dimulai pada pukul 15.30 wita sampai pukul 18.00 wita.

Mengilhami pesan orang bijak, Logika tanpa logistik akan macet seperti persimpangang lampu merah Jakarta. Oleh karenanya sebelum acara dimulai fasiliator kegiatan memastikan asupan gizi sebagai bahan jamuan berupa sirup mangga yang menyejukan siap memanjakan audienct. Pembukaan dimulai dengan prolog oleh moderator sahabat Nuktah. “Paolu Fereire adalah pelopor pemikir pendidikan yang memanusiakan manusia”, kalimat singkat pengantar dari Sang pemandu.

Sebagai Pemateri, Irwan menegaskan”Pendidikan membebaskan menurut Paulo lebih menekankan pada kesadaran manusia itu sendiri dalam berfikir dan sejauh mana usaha untuk terus menggali pengetahuan, dan tingkah laku seperti pendidikan akhlaq harus diterapkan sebagai penunjang pembelajaran” tukasnya dengan penuh keyakinan.

selepas  menjelaskan subtansi yang terkandung dalam teori Paulo Freire, sang moderator mempersilakan kepada audient untuk bertanya, dan menanggapinya.
“Pendidikan yang membebaskan adalah suatu pendidikan yang tidak membatasi peserta didik untuk belajar, baik dalam segi sarana dan prasarana, guru, tempat maupun sumber ilmu pengetahuan itu sendiri, layaknya sebagai mahasiswa, kita mengikuti organisasi, kita tidak membatasi untuk belajar bersama organisasi yang lainnya” tutur Dudung, selaku audient Public Speaking.

Pendidikan dari zaman purbakaladisadari sebagai  hal yang subtantif dalam kehidupan manusia. Khazanah pemikirian Paulo adalah sepenggal pengetahuan yang memeperkaya khazanah tersebut.Bagi PMII, kader mengemban tanggungjawab mengkaji suatu khazanah keilmuwan, baik seiring dengan perkembangan zaman, sehingga pendidikan adalah satu-satunya benteng pertahanan untuk memastikan bahwa manusia tetaplah memanusiakan. (Mgwh)

Read more

Agenda Mingguan, PMII Komisariat STAI Sangatta Kembali Adakan Yasinan dan Kajian Intelektual


pmiikutim, or. Id, Sangatta-

Membaca surat Yasin dan  diskusi merupakan agenda rutinitas mingguan PMII Komisariat STAI Sangatta. Kali ini, bertepatan dengan refleksi hari kemerdekaan Indonesia, PMII Komisariat STAI Sangatta mengadakan diskusi dengan tema“ Peran Ulama dan Santri Dalam Merebut Kemerdekaan Indonesia," di Sekretariat PMII Kutai Timur pada Kamis, (20/8/ 2020). 

Kegiatan ini diikuti oleh seluruh sahabat-sahabat PMII di semua level kepengurusan, baik itu ditingkat Rayon, Komisariat, maupun Cabang. 

Imam Syafi'i, sebagai narasumber diskusi menuturkan, ulama dan santri NU mempunyai kontribusi besar dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah. Namun disayangkan, banyak catatan sejarah yang menulis kontribusi ulama dan santri tidak tercatat dan terpublikasikan secara benar.

"Padahal ulama dan santri sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan dan mempertahankan  kemerdekaan Indonesia " kata Imam Syafi'i, yang juga Dosen di STAI Sangatta.

Lebih lanjut, beliau juga mengatakan K.H Hasyim Asy’ari menjadi salah satu simbol pergerakan ulama dan santri dalam melawan penjajah. Pertempuran 10 November di Surabaya menjadi saksi sejarah ulama dan santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Diakhir diskusi, beliau juga berpesan, PMII sebagai generasi muda islam tidak boleh melupakan fakta sejarah dari perjuangan para pendahulu, perlawanan itu tidak hanya muncul dari tokoh-tokoh nasionalis saja, tapi yang sangat besar kontribusinya adalah ulama dan santri.(Mgwh) 

Read more

Kamis, 01 November 2018

Mimpi Sang Biduk Yang Terjawab




Aku Sang Biduk, berdiri di tengah cita-cita yang mebumbung tinggi, hingga mungkin saking tingginya, seolah-olah mimpi itu hanya sebuah bunga kehidupan karena keterbatasanku. Aku Sang pemimpi kehidupan yang berlari kencang untuk mengejar sebuah cita-cita, namun asa itu seolah hanyalah sampah berharga yang mengotoriku, karena garis hidupku yang terlalu berat untuk sebuah cita-cita.

Betapa bahagianya orang-orang yang bisa melanjutkan kuliah, dengan almamater kebanggaannya dia bisa mengasah kemampuan dan mengembangkan bakat minatnya di sebuah Perguruan Tinggi. Kapan aku bisa mengikuti jejak-jejak mereka agar kelak aku menjadi orang yang pandai dan bermanfaat bagi Orang tua, Nusa, Bangsa dan Agama. Mungkin memang nasibku terlahir dari seorang petani yang harus banting tulang demi mempertahankan hidup, jangankan untuk berkembang, bisa bertahan hidup pun Alahmadulillah.

Tak tersadar lamunanku sudah melambung ke mana-mana, bak langit tak terlihat batasnya, bak lautan tanpa tepi, hingga aku terkaget saat Ibu memanggil Ku. “Nak, tolong ikat kangkung ini”. Enggih Bu, sahutku sambil menghempaskan nafas untuk lepas dari lamunan yang menyelimuti. Tak biasanya juga Ibu memberikan nasehat disaat petang merangsek, mungkin Ibuku tahu akan lamunanku, tiba-tiba, “Nak, kita harus prihatin seperti ini, tidak apa-apa banting tulang sampai petang begini di tengah sawah dengan kerumunan nyamuk yang menggigit tanpa belas kasihan, beruntung kita masih bisa mencukupi kebutuhan makan walaupun seadanya, coba lihat di luar sana, masih ada yang lebih menderita dari kita, betul kan?”, tambahnya. “Enggih Bu”, jawabku sambil mengangkat seikat besar kangkung yang akan dibawa ke pasar esok hari.

Setelah sampai di rumah, sembari makan malam bersama, Aku berbicara tentang keinginnku untuk melanjutkan kuliah. Dengan mulut seolah terkunci karena keadaan hidup yang tidak memungkinkan, Kupaksakan untuk berbicara dengan kedua orang tua. “Pppaak…, Bbuu…, mohon maaf, setelah lulus SMK nanti, Saya ingin melanjutkan kuliah, kira-kira menurut Bapak dan Ibu bagaimana?”, tanyaku sambil menikmati nikmatnya sepiring nasi berteman sayur kangkung dan sepotong tempe. “Ya bagus itu, tapi biayanya pake apa, kondisi kita masih seperti ini, tapi mudah-mudahan itu bisa tercapai Nak, Bapak dan Ibu akan berusaha dan berdoa semaksimal mungkin untuk cita-citamu itu”, jawab laki-laki yang sudah mulai renta sambil meneteskan air mata cita-cita anaknya.

Seusai makan malam, Aku langsung menuju ke kamar untuk merebahkan badan sambil menatap langit-langit rumah. Dalam sedikit melamun, tiba-tiba mimpi itu kembali datang. “Ya Allah, Engkau yang menciptakan kehidupan, Engkau pula yang memelihara. Engkau yang menggariskan mimpi dan cita-cita makhluk hidup, Engkau pula yang akan mewujudkan. Untuk itu ya Allah seandainya engkau berkehendak mimpiku jadi kenyataan, maka kabulkanlah mimpi ini”, batinku dalam kalutnya lamunan. “Treeett…treett…treettt….”, tiba-tiba suara hp butut ku berbunyi, pertanda ada panggilan masuk, ternyata kakak ku yang menelepon. “Asalamualaikum.., ada apa Kak?”, tanya ku, kebetulan yang telpon kakak ku yang selalu menyemangati cita-cita ku. “Katanya kamu pingin kuliah Dik, apa benar?”, tanyanya dengan nada seolah memberi harapan. “Iya Kak, tapi ga tahu bisa kesampaian atau tidak, kan kondisi kita begini kak”, jawab ku dengan nada pasrah. “Ya mudah-mudahan kesampaian Dik, kamu harus yakin, kami, kakak-kakak mu akan berusaha keras untuk membantu mewujudkan mimpimu”, jawabnya. “Ya udah kamu besok minta ijin ke Bapak dan Ibu utnuk daftar kuliah ya!!, imbuhnya. “Baik kak, terimakasih”, sahutku penuh harapan. “Ya Allah, mudah-mudahan ini pintu jalan yang memang engkau berikan kepada ku, apa yang menjadi impian ku tercapai”, gumam ku sembari terus menatap langit-langit rumah yang tidak mampu menjawab harapanku.

Keesokan harinya Aku pergi ke warnet untuk mencari informasi dan mendaftar lewat online. Beberapa hari kemudian, setelah mendaftar dan menadapatkan jadwal ujian seleksi, kemudian Aku pergi ke sebuah kampus yang jaraknya kurang lebih 70 km, kalau ditempuh dengan kendaraan bermotor kurang lebih memakan waktu 7 sampai 8 jam. Tepat pukul 15.00 wib, dengan motor butut yang larinya tidak kenceng lagi, tanpa ragu ku pacu kendaraan dengan hanya bermodalkan uang untuk bayar pendaftaran di sebuah Perguruan Tinggi terkenal di Semarang. Tanpa memperdulikan kondisi motor tuanya rusak/tidak, bisa makan atau tidak di pertengahan jalan, yang penting bisa daftar di kampus harapan. “Huuff….poknya Aku harus ke sana, ga tahu apa yang akan terjadi di jalan, yang penting bisa ikut ujian seleksi”, pikir ku karena saking bahagianya. Setelah beberapa jam perjalanan ternyata di tengah jalan hujan lebat, angin kencang berbalut petir yang menggelegar terus mengiringi perjalananku, tapi itu tidak menyulutkan semangat ku untuk berhenti/berteduh.

Dengan kondisi badan yang mulai menggigil, Aku terus mencoba melanjutkan perjalanan, namun, mungkin karena derasnya hujan yang mengguyur badan letih ini, badan menjadi gemetar karena kedinginan dan mungkin perut belum terisi makanan, hingga akhirnya kondisi itu memaksaku untuk berteduh. Tanpa berpikir panjang, lagian juga sudah tengah malam dan karena tidak ada uang untuk bayar penginapan, Aku langsung cari masjid/mushola untuk tempat berteduh dan tidak lama kemudian kudapati tempat berteduh gratis tersebut. “Misi Pak, Saya mau numpang berteduh sekalian istirahat di masjid ini, boleh tidak Pak?”, tanyaku ke lelaki paruh baya yang menjaga masjid. “Silahkan saja De, tapi di terasnya aja, soalnya pintu ini mau ku kunci”, jawabnya sambil merapatkan pintu masjid. “Kalau di dalam bisa ngga ya Pak soalnya hujan deras ni?”, tanyaku kembali dengan menahan dingin yang menyelimuti. “Gak bisa De, paling di terasnya aja, jawabnya dengan nada ketus dan wajah kusam sambil beranjak meninggalkan masijid. “Ya udah Pak kalau gitu, terimakasih”, sahutku dengan nada kecewa.

Selepas penjaga masijid pergi, kemudian Aku rebahkan badan yang basah kuyup ini di teras masjid yang sangat sempit, sehingga separuh badan tetap terkena derasnya hujan. Dan dengan berselimut keset masjid yang juga basah kuyup, ku paksakan untuk tidur dan menghilangkan lelah yang memuncak. Tanpa terasa, tiba-tiba kokok ayam membangunkan tidur ku, dan itu pertanda fajar pagi telah muncul. “ Alhamdulillah ya Allah, dengan baju basah kuyup gini dan di bawah guyuran hujan ternyata Aku bisa tidur, rasa capeknya hilang, walaupun badan ini tetap menggigil”, gumam ku.

Selepas sholat subuh, kemudian Aku melanjutkan perjalanan yang mungkin masih membutuhkan waktu 3 jam lagi. Namun, setelah sampai di tempat ujian, ternyata Aku ketinggalan beberapa mata pelajaran yang diujikan, hingga akhirnya hanya mengikuti ujian seleksi 2 mata pelajaran saja. “Aduuhh…ko bisa begini ya, mungkin kalau tadi malam tidak berteduh, pasti tidak ketinggalan ujian”, keluhku seraya menyesal. Selesai mengerjakan soal-soal ujian, dengan perasaan letih dan lapar karena dari kemarin belum terisi makanan, Aku langsung pacu motor butut untuk pulang. “Rasanya ga mungkin lolos di kampus ini, mata pelajarannya aja tidak bisa diikuti semua”, gumam ku sembari menelan kecewa yang mendalam.

Sesampai di rumah, Aku pun langsung menelepon kakak yang ada di perantauan, di pulau seberang. “Kak, Saya tadi ketinggalan ujian seleksi, kira-kira ge mana ya Kak?”, tanyaku dengan nada mengeluh. “Kok bisa Dik?, di kampus-kampus negeri sudah tutup semua, makannya lain kali diperitungkan dengan matang agar siap, dah jauh-jauh, sia-sia lagi. Ya udah besok kamu ku daftarkan ke kampus swasta di kota pelajar ya, jangan sampai telat lagi ujiannya nanti..!!!, jawab kakak ku dengan nada sedikit kecewa dan marah. “Iy Kak, jawabku singkat.

Seminggu berlalu menunggu kabar dari Kakak dengan harapan yang tinggi, akhirnya kabar baik pun menghampiri, katanya Aku lolos berkas dan lusanya ikut ujian seleksi di kampus swasta namun cukup terkenal. Dua hari setelah mendapat kabar, Aku pun berangkat menuju kampus itu, lagi-lagi dengan motor butut yang sepionnya pecah sebelah. Tiga hari kemudian setelah mengikuti ujian seleksi ternyata namaku muncul di website resmi kampus tersebut dan dinyatakan diterima. “Alhamdulillah ya Allah, Engkau telah menjawab doa dan usaha ku serta orang-orang yang menyayangiku, mimpi dan harapan yang sulit digapai akhirnya dapat terwujud berkat Ridho Mu”, batinku dengan girang.

“Dengan begini, mau tidak mau Aku harus meninggalkan kampung halaman menuju kota pelajar”, pikirku dengan sedikit berat hati . Hari demi hari, minggu demi minggu akhirnya Aku jalani kehidupan dengan bertaruh nama baik dan masa depan, karena kehidupan di kota pelajar tersebut penuh dengan nuansa glamour dan hedonisme yang menjadi tantangan tersendiri bagiku, seorang anak desa miskin yang baru keluar dari bumi kelahiran. Tidak hanya itu, Aku pun harus bertahan hidup dengan kondisi seadanya, walaupun makan hanya dengan kecap, Aku harus mampu membuktikan untuk menjadi sang juara dalam kerasnya medan kehidupan serta harus menjadi sang surya yang mampu mengentaskan keluarga dari cengkeraman kemiskinan. Man-man, tugasmu yang kemarin dah selesai belum?”, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggilku dan membangunkanku dari lamunan.

Sumber: http://clampic.blogspot.com
Read more
 

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *